AKU
March 4, 2009
Definasi Sufism
March 4, 2009
AKU
March 4, 2009
Definasi Sufism
March 4, 2009

Al-Kindi (m. abad kesepuluh): merujuk pada kemunculan suatu komunitas kecil

di Alexandria, Mesir, pada abad kesembilan yang menyeru manusia kepada

kebajikan dan mencegah kemungkaran. Mereka disebut sufi. Menurut Muruj

adz-Dzahab karya al-Mas’udi, kaum sufi mula-mula muncul di zaman Khalifah

Abbasiah, al-Ma’mun. Menurut Abul Qasim Qusyairi, kaum sufi muncul di

abad kesembilan, sekitar dua ratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad

saw. Lantas timbul pertanyaan, mengapa perlu waktu bertahun-tahun untuk

sungguh-sungguh tertarik dengan ilmu kebatinan? Sekilas melongok ke sejarah

masa awal Islam mungkin dapat memberikan keterangan tentang masalah ini.

Mari kita tengok tanah Arab pada awal abad ke tujuh. Yang kita dapati adalah

sebuah masyarakat dari berbagai suku yang terpecah belah yang selama

berabad- abad telah terlibat dalam tradisi peperangan, penyembahan berhala

dan nilai-nilai kesukuan lainnya. Walaupun orang Arab masa itu melakukan

perdagangan di luar Tanah Arab, namun pengaruh budaya lain pada mereka

sangat sedikit. Empiriurn Bizantiurn dan penjarahan Nebuchadnezar ke Arabia

sebenarnya hanya berdampak sedikit pada mereka. Maka kita dapati suatu

kaum yang telah menjalani cara hidup mengembara selama berabad-abad

dengan sedikit perubahan. Mendadak, suatu “cahaya kenabian” yang

menakjubkan terwujud di hadapan mereka. Cahaya ini mulai dengan jelas

mengenali dan menghancurkan berbagai kekejaman dan ketidakadilan dalam

masyarakat mereka.

Orang menakjubkan yang membawa cahaya baru pengetahuan ini ialah Nabi

Muhammad saw. Selama 23 tahun, Nabi Muhammad saw menyanyikan

kebenaran abadi bahwa manusia dilahirkan ke dunia ini untuk mempelajari jalanjalan

penciptaan seraya melakukan perjalanan kembali ke asalnya, Pencipta

Yang Esa. Karena, meskipun hakikatnya manusia itu bebas, ia diikat dan dibatasi

oleh hukum-hukum lahiriah yang mengatur kehidupan.

Muhammad menyerukan kebenaran abadi yang telah diserukan oleh ribuan

utusan Ilahi sebelurnnya. Beliau menyerukannya dalam bahasa yang digunakan

pada zaman itu di negerinya, suatu bahasa yang merupakan prestasi budaya

pa1ing tinggi dan suatu rahmat bagi kaum tersebut. Orang Arab tidak

mempunyai warisan artistik selain bahasanya. Nabi menjelaskan kebenaran

abadi itu kepada kaum yang telah tenggelam dalam gelapnya kejahilan yang

kejam selama berabad-abad. Setelah usaha bertahun-tahun, beliau berhasil

menghimpun segelintir pendukung, yang kebanyakan pernah dianiaya dan

terpaksa melarikan diri ke Etiopia untuk mencari perlindungan pada penguasa

Kristen yang baik bernama Negus. Setelah hijrah dari Mekah ke Madinah pada

tahun 632, Nabi Muhammad saw membangun sebuah komunitas baru yang

terdiri dari orang-orang dari berbagai bagian Tanah Arab, namun kebanyakan

dari Mekah dan Madinah. Kiblat komunitas ini dalam menyembah Allah adalah

Ka’bah, sebuah bangunan berbentuk kubus terbuat dari batu yang semula

didirikan oleh Nabi Ibrahim as di Mekah, tetapi kiblat perilaku sehari-harinya

adalah Nabi yang diberkati itu sendiri. Mereka mengikuti beliau, ajarannya dan

keterangan beliau mengenai perintah-perintah Al-Qur’an yang diwahyukan

kepadanya, yang secara batin berkiblat kepada Penciptanya. Mereka

menyembah Allah dan mengikuti Nabi yang hidup dengan cinta dan

pengetahuan tentang Allah (makrifat).

Dalam sepuluh tahun terakhir kehidupan Nabi, dan terutama selama tiga tahun

terakhir, berbagai peristiwa mulai berlangsung dengan cepat. Selama periode ini,

ribuan orang Badui yang cenderung pergi ke tempat berlangsungnya kekuasaan

dan kemenangan, melihat Islam semakin mendominasi tanah mereka, maka

mereka semua masuk Islam dalam jumlah ribuan. Ketika Nabi Muhammad saw

wafat, komunitas Muslim yang baru muncul itu mengalami goncangan hebat.

Akibatnya, berlangsunglah pemilihan yang terburu-buru dan tegang atas Abu

Bakar sebagai pemimpin pertama komunitas tersebut. Nabi Muhammad saw

telah menyatakan dalam banyak kesempatan, kepada siapa kaum Muslim harus

merujuk tentang berbagai hal mengenai jalan Islam sepeninggal beliau. Seperti

seorang dokter yang bertanggung jawab, ketika hendak cuti atau pensiun,

memberitahu para pasiennya kepada siapa mereka harus merujuk bila ia tidak

ada.

Seorang dokter lebih mengetahui kondisi pasiennya ketimbang yang lain. Sangat

wajar bagi seorang pemimpin rohani seperti Nabi Muhammad saw untuk

menunjuk siapa yang paling pantas mengurusi umat setelah wafatnya, sesuai

dengan hukum Ilahi yang telah diwahyukan kepada beliau. Namun timbul

ketidaksepakatan mengenai apakah Nabi telah menunjuk Imam ‘Ali secara

khusus sebagai pengganti beliau, ataukah beliau hanya sekedar

menyebutkannya sebagai yang terbesar di antara umat dalam pengetahuan dan

kebajikan. Akibatnya, sebelum Nabi dimakamkan, orang Arab mulai melobi untuk

mendapatkan kekuasaan. Kaum Anshar (penduduk Madinah) ingin memilih

salah seorang di antara mereka sendiri sebagai pemimpinnya. Pada saat-saat

terakhir, dua dari sahabat terdekat Nabi, Abu Bakar dan ‘Umar, berhasil

menyatukan diri dan dengan dukungan ‘Umar, Abu Bakar terpilih sebagai

pemimpin umat, sebagai orang yang dihormati karena berusia lebih tua dan

diakui sebagai sahabat Nabi yang tulus.

Kepemimpinan Abu Bakar berlangsung selama dua tahun, suatu periode yang

penuh dengan perselisihan internal. Jiwa orang Arab tak suka ditundukkan

dengan cara apa pun, karena mental meieka bersemangat bebas. Metode

penundukkan yang lazim ialah menetapkan kewajiban membayar uang pajak

kepada orang lain. Pembayaran zakat, yang dipaksakan Abu Bakar kepada

orang-orang yang menolak menunaikannya, ditafsirkan oleh sebagian orang

sebagai bentuk penundukan yang tidak mau mereka ikuti. Jadi sebagian besar

suku yang baru saja memasuki gerakan Islam tiba-tiba mendapatkan bahwa

mereka harus membayar penuh, dan benar-benar menyerahkan, sesuatu,

bukannya mendapatkan keuntungan dari barang rampasan. Inilah penyebab

perpecahan dalam komunitas Islam yang sedang berkembang dengan pesat

tersebut. Selain itu, ada pula pendusta-pendusta yang mengaku sebagai nabi.

Jadi, masa kepemimpinan Abu Bakar sebagian besar digunakan untuk menekan

gejolak internal.

Setelah wafatnya Abu Bakar di tahun 634, ‘Umar yang telah ditunjuk oleh Abu

Bakar sebagai wakilnya menjadi pemimpin umat Islam berikutnya. Dalam masa

sepuluh tahun kepemimpinannya tetjadi ekspansi besar Islam. Mesir, Persia dan

Empirium Bizantium ditaklukkan, termasuk Yerusalem, yang kuncinya malah

diberikan secara pribadi oleh orang Kristen kepada ‘Umar. ‘Umar merupakan

teladan kesederhanaan dan hidupnya sangat sederhana. Ia dibunuh oleh

seorang budak Persia selagi salat di mesjid tahun 644.

Pemimpin berikutnya, ‘Utsman, diangkat oleh sekelompok orang yang telah

ditunjuk oleh ‘Umar untuk memilih penggantinya, ia berasal dari klan Bani

Umayyah, yang sebagian anggotanya adalah musuh utama Nabi Muhammad

saw. Banyak orang Bani Umayyah memeluk Islam hanya setelah penaklukan

Mekah oleh Nabi dan pengikutnya, ketika mereka merasa tak ada pilihan lain

selain masuk Islam. Mereka menerima Islam dengan enggan, dan kebanyakan

terus hidup menurut kebiasaannya di masa jahiliah. ‘Utsman sendiri tidak banyak

mempedulikan urusan duniawi, tetapi mengizinkan banyak anggota klannya

untuk hidup semau mereka.

Ia menempatkan banyak anggota klan Umayyah pada posisi kunci pemerintahan

di wilayah-wilayah yang baru dikuasi kaum Muslim, sehingga ada orang-orang

yang menuduhnya melakukan nepotisme. Dalam enam tahun pertama

pemerintahannya, ekspansi wilayah oleh kaum Muslim berlanjut terus, begitu

juga konsolidasi daerah-daerah yang telah ditaklukkan. Namun, ternyata aksi

tersebut lebih merupakan awal dari suatu pemutaran kembali ke pemerintahan

orang-orang serakah, ketimbang suatu kelanjutan dari pemerintahan orangorang

berpengetahuan spiritual dan saleh.

Dalam masa pemerintahan ‘Utsman, yang berlangsung selama dua belas tahun,

banyak kaum muslim yang benar-benar kembali ke cara hidup jahilia, takhayaul

dan kesukuan. Rampasan perang dari Empirium Persia, Bizantium, dan Mesir

mengalir ke Mekah dan Madinah, akibatnya terjadilah era kemerosotan akhlak

dan kebusukan dalam kemewahan. Rumah besar dan istana-istana mulai

dibangun pada masa ini. Arsitek pada masa itu adalah Abu Lu’lu, budak Persia

yang telah membunuh ‘Umar karena membebankan pajak yang besar

kepadanya. Di masa ‘Umar, rumah biasanya berdiri di atas sebidang kecil tanah,

terdiri atas dua atau tiga kamar. Di satu sisi kamar terdapat halaman, di tengahtengahnya

sumur, dan di bagian sudut terdapat wadah gabah. Rumah dibangun

satu lantai. Namun, di masa ‘Utsman, banyak istana dibangun, dan orang mulai

saling berlomba membangun gedung-gedung megah.

Setelah terbunuhnya ‘Utsman di tahun 656, yang tetjadi ketika ia sedang

membaca Al-Qur’ an, Imam ‘Ali dipilih oleh rakyat sebagai pemimpin umat Islam

berikutnya. Pemerintahannya berlangsung selama hampir enam tahun dan

penuh dengan perselisihan internal serta peperangan. Pada waktu itu banyak

orang mengaku dirinya Muslim tetapi sama sekali tidak mengetahui atau

meresapi jalan hidup Islam. Kita melihat kaum Muslim bersumpah demi Al-Qur’an

tetapi bertingkah tidak sesuai dengan maknanya. Di tahun 656 terjadi sumpah

palsu secara masal yang pertama. Nabi telah memperingatkan istri beliau

Aisyah bahwa pada suatu hari ia akan berperang di pihak yang salah, dan oleh

karena itu akan mengalami kesedihan yang paling buruk, di suatu tempat

bernama Hawab, dan bahwa anjing-anjing Hawab akan menyalakannya.

Beberapa tahun kemudian, ketika sedang melewati Hawab dalam perjalanannya

ke Perang Jamal melawan Imam ‘Ali, ia mendengar salakan anjing dan teringat

akan peringatan Nabi, la bertanya apa nama tempat itu dan dikatakan

kepadanya bahwa tempat itu benama Hawab. Tetapi, sebagian di antara para

sahabatnya membawa dua puluh orang saksi yang mengaku Muslim untuk

bersumpah palsu dengan Al-Qur’an bahwa nama tempat itu bukan Hawab.

Kembali, dalam Perang Shiffin tahun 657, terjadi lagi insiden sumpah palsu

dengan Al-Qur’an.

Setelah syahidnya Imam ‘Ali, di mana ia ditikam secara mematikan ketika

sedang sujud dalam salat, maka putranya, Imam Hasan, memiliki posisi yang

wajar dan pantas untuk menjadi pemimpin kaum Muslim berikutnya. Namun,

Mu’awiyah, gubernur Bani Umayah di Suriah yang sedang berjuang merebut

kedudukan sebagai penguasa bagi dirinya sendiri dan klannya, mulai menghasut

rakyat melawan Imam Hasan. Imam Hasan mempunyai laskar besar yang siap

membantunya. Tapi ia juga mengetahui segala kelemahan orang-orangnya dan

tidak menghendaki perpecahan di dalam laskarya. Selain itu, ia menyadari

kecerdikan dan kecurangan Mu’awiyah, la tak ingin melihat darah kaum Muslim

tertumpah sia-sia. Maka ia menerima gencatan senjata yang ditawarkan

Mu’awiyah dengan konsekuensi melepaskan semua klaim atas kepemimpinan

kaum Muslim tanpa melepaskan kedudukan spiritualnya yang agung.

Sebagaimana Imam’ Ali, yang tidak suka hanya diam berpangku tangan ketika

tidak dipilih sebagai khalifah pertama, tetapi berusaha semampunya meluruskan

apa yang salah di tahun-tahun pemerintahan para pendahulunya, maka Imam

Hasan tak punya pilihan lain selain menerima kenyataan bahwa walaupun dialah

yang terbaik di masa itu, namun ia tak dapat memimpin kaum Muslim.

Penerimaannya untuk gencatan senjata bukanlah suatu perbuatan melepaskan

kedudukan spiritualnya yang sesungguhnya, tapi merupakan petunjuk ke arah

itu. Karena tak mungkin mewujudkan kebesaran batinnya ke dalam

kenegarawanan lahiriah tanpa menyebabkan kaum Muslim saling membunuh,

satu-satunva alternatif adalah menerima persyaratan gencatan senjata, yang

juga menetapkan bahwa sesudah dia maka saudaranya Imam Husain akan

menjadi khalifah kaum Muslim. Namun, Mu’awiyah dengan sangat cerdik

melanggar semua ketentuan gencatan senjata setelah terbunuhnya Imam

Hasan tahun 661, dan mengangkat anaknya Yazid yang berakhlak buruk

menjadi penggantinya. Karena itu Imam Husain pun berontak melawan

Mu’awiyah dan Yazid.